Memaknai kehidupan dari bunga

Bunga. Satu kata yang sangat popular kita dengar. Ia kerap hadir dalam penggunaan bahasa. Ia dapat bermakna denotatif, pun bermakna konotatif.

Dalam bahasa keseharian masyarakat nusantara, kata bunga disinonimkan dengan kata kembang. Kata kembang sendiri merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa dan diserap ke dalam bahasa Indonesia.

Ada beberapa frase yang menggunakan diksi bunga dan bermakna konotatif, di antaranya ‘bunga desa’, ‘bunga bank’, ‘bunga bangsa’, ‘bunga cinta’, ‘bunga tidur’ dan masih banyak lagi yang lainnya.

Bunga dalam arti denotatif memiliki beragam nama. Tidak hanya penamaan dalam bahasa Indonesia seperti melati, mawar, anggrek, kamboja, matahari, tetapi juga memiliki nama-nama tertentu dalam bahasa Latin. Selain itu, bunga juga bernilai ekonomis, sosial, budaya, dan bahkan politis. Bunga menjadi bahasa simbolik manusia.

Mereka yang demen berinteraksi dengan bunga pun memiliki predikatnya sendiri. Ada penyuka bunga, ada pekebun bunga, dan bahkan ada peneliti bunga.

Selain itu, bunga pun menjadi nama julukan bagi beberapa negara, sebut saja Holland yang dijuluki negeri Tulip dan Jepang yang dijuluki negeri Sakura. Di Indonesia sendiri, Bandung dikenal sebagai kota kembang.

Pendeknya, manusia dan bunga memiliki hubungan yang khas dan unik. Intinya, manusia tidak bisa terpisahkan dari alam. Tanggung jawab manusia untuk menjaga dan merawat kelestarian alam, bukan justru merusaknya.

Apakah bunga sekadar tanaman yang indah? Dapatkah kita belajar memaknai kehidupan dari bunga?.

Tuhan telah menegaskan bahwa segala ciptaan-Nya tidak ada yang sia-sia. Setiap ciptaan-Nya membawa pesan penting untuk dimaknai. Dalam konteks inilah, Tuhan mengingatkan manusia agar mendayagunakan akalnya untuk dapat membaca tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya. Bahkan bagi mereka yang tidak mendayagunakan akalnya, mereka dianggap tidak ada bedanya dengan binatang ternak.

Michael Pollan dalam karya tulisnya berjudul The Botany of Desire (2001) mengemukakan bahwa pengalaman kita terhadap bunga berhubungan erat dengan pemahaman kita atas waktu. Ia menuliskan kalimat dalam karyanya tersebut seperti ini: our experience of flowers is so deeply drenched in our sense of time. Flowers have always had important things to teach us about time.”

Mengapa bunga berhubungan erat dengan waktu?. Apa yang dapat kita maknai?. Bunga memang tidak muncul serta merta dengan keindahan yang dilahirkannya.

Bunga membutuhkan waktu dan proses hingga sampai pada akhirnya ia menjelma menjadi sesuatu yang indah. Dari bunga sesungguhnya kita pun bisa mengambil makna hidup yang penting. Bunga menyiratkan kebajikan moral yang semestinya bisa kita putik.

Dalam diri bunga, ada nilai-nilai kebijaksanaan sebagai pelajaran hidup bagi manusia. Beberapa di antaranya adaptasi, daya tahan, kesabaran, keikhlasan, dan pengorbanan.

Maulana Jalaluddin Rumi pun memberikan nasihat seperti ini: “segala sesuatu menunggu pada waktunya. Tidak ada mawar yang mekar sebelum waktunya. Matahari juga tidak terbit sebelum waktunya. Tunggu, apa-apa yang menjadi milikmu pasti akan datang kepadamu.”

Bunga, ia akan terus menemani perjalanan hidup manusia sampai akhir zaman.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top